Selasa, Juli 15, 2014

UU ITE

UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

 

  1
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008

TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang   :   
a.   bahwa  pembangunan  nasional  adalah  suatu  proses  yang  berkelanjutan  yang
harus  senantiasa  tanggap  terhadap  berbagai  dinamika  yang  terjadi  di
masyarakat;
b.   bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat  informasi  dunia  sehingga  mengharuskan  dibentuknya  pengaturan
mengenai  pengelolaan  Informasi  dan  Transaksi  Elektronik  di  tingkat  nasional
sehingga  pembangunan  Teknologi  Informasi  dapat  dilakukan  secara  optimal,
merata,  dan  menyebar  ke  seluruh  lapisan  masyarakat guna  mencerdaskan
kehidupan bangsa;
c.   bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat
telah  menyebabkan  perubahan  kegiatan  kehidupan  manusia  dalam  berbagai
bidang  yang  secara  langsung  telah  memengaruhi  lahirnya  bentuk-bentuk
perbuatan hukum baru;
d.   bahwa  penggunaan  dan  pemanfaatan  Teknologi  Informasi  harus  terus
dikembangkan untuk menjaga, memelihara,  dan memperkukuh persatuan dan
kesatuan  nasional  berdasarkan  Peraturan  Perundang-undangan  demi
kepentingan nasional;
e.   bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan
dan  pertumbuhan  perekonomian  nasional  untuk  mewujudkan  kesejahteraan
masyarakat; 
f.   bahwa  pemerintah  perlu  mendukung  pengembangan  Teknologi  Informasi
melalui  infrastruktur  hukum  dan  pengaturannya  sehingga  pemanfaatan
Teknologi  Informasi  dilakukan  secara  aman  untuk  mencegah
penyalahgunaannya  dengan  memperhatikan  nilai-nilai  agama  dan  sosial
budaya masyarakat Indonesia;
g.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf
b,  huruf  c,  huruf  d,  huruf  e,  dan  huruf  f,  perlu  membentuk  Undang-Undang
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
Mengingat   :   Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan  :   UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.   Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan  data  elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas
pada  tulisan,  suara,  gambar,  peta,  rancangan,  foto,  electronic  data  interchange  (EDI),  surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2.   Transaksi  Elektronik  adalah  perbuatan  hukum  yang  dilakukan  dengan  menggunakan  Komputer,
jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3.   Teknologi  Informasi  adalah  suatu  teknik  untuk  mengumpulkan,  menyiapkan,  menyimpan,
memproses,  mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4.   Dokumen  Elektronik  adalah  setiap  Informasi  Elektronik  yang  dibuat,  diteruskan,  dikirimkan,
diterima,  atau  disimpan  dalam  bentuk  analog,  digital,  elektromagnetik,  optikal,  atau  sejenisnya,
yang  dapat  dilihat,  ditampilkan,  dan/atau  didengar melalui  Komputer  atau  Sistem  Elektronik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat
dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
5.   Sistem  Elektronik  adalah  serangkaian  perangkat dan  prosedur  elektronik  yang  berfungsi
mempersiapkan,  mengumpulkan,  mengolah,  menganalisis,  menyimpan,  menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6.   Penyelenggaraan  Sistem  Elektronik  adalah  pemanfaatan  Sistem  Elektronik  oleh  penyelenggara
negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
7.   Jaringan  Sistem  Elektronik  adalah  terhubungnya dua  Sistem  Elektronik  atau  lebih,  yang  bersifat
tertutup ataupun terbuka.
8.   Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu
tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh
Orang.
9.   Sertifikat  Elektronik  adalah  sertifikat  yang  bersifat  elektronik  yang  memuat  Tanda  Tangan
Elektronik  dan  identitas  yang  menunjukkan  status  subjek  hukum  para  pihak  dalam  Transaksi
Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
10.  Penyelenggara  Sertifikasi  Elektronik  adalah  badan  hukum  yang  berfungsi  sebagai  pihak  yang
layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11.  Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang
diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan
sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12.  Tanda  Tangan  Elektronik  adalah  tanda  tangan  yang  terdiri  atas  Informasi  Elektronik  yang
dilekatkan,  terasosiasi  atau  terkait  dengan  Informasi  Elektronik  lainnya  yang  digunakan  sebagai
alat verifikasi dan autentikasi.
13.  Penanda  Tangan  adalah  subjek  hukum  yang  terasosiasikan  atau  terkait  dengan  Tanda  Tangan
Elektronik.
14.  Komputer  adalah  alat  untuk  memproses  data  elektronik,  magnetik,  optik,  atau  sistem  yang
melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15.  Akses  adalah  kegiatan  melakukan  interaksi  dengan  Sistem  Elektronik  yang  berdiri  sendiri  atau
dalam jaringan.
16.  Kode  Akses  adalah  angka,  huruf,  simbol,  karakter  lainnya  atau  kombinasi  di  antaranya,  yang
merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
17.  Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18.  Pengirim  adalah  subjek  hukum  yang  mengirimkan Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen
Elektronik.
19.  Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dari Pengirim.
20.  Nama  Domain  adalah  alamat  internet  penyelenggara  negara,  Orang,  Badan  Usaha,  dan/atau
masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau
susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
21.  Orang  adalah  orang  perseorangan,  baik  warga  negara  Indonesia,  warga  negara  asing,  maupun
badan hukum.
22.  Badan  Usaha  adalah  perusahaan  perseorangan  atau  perusahaan  persekutuan,  baik  yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23.  Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur
dalam  Undang-Undang  ini,  baik  yang  berada  di  wilayah  hukum  Indonesia  maupun  di  luar  wilayah
hukum  Indonesia,  yang  memiliki  akibat  hukum  di  wilayah  hukum  Indonesia  dan/atau  di  luar  wilayah
hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

BAB II 
ASAS DAN TUJUAN 

Pasal 3 
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian 
hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi. 

Pasal 4 
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk: 
a.   mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia; 
b.   mengembangkan  perdagangan  dan  perekonomian  nasional  dalam  rangka  meningkatkan 
kesejahteraan masyarakat; 
c.   meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik; 
d.   membuka  kesempatan  seluas-luasnya  kepada  setiap  Orang  untuk  memajukan  pemikiran  dan 
kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan 
bertanggung jawab; dan 
e.   memberikan  rasa  aman,  keadilan,  dan  kepastian  hukum  bagi  pengguna  dan  penyelenggara 
Teknologi Informasi. 

BAB III 
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK 

Pasal 5 
(1)  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  dan/atau  hasil  cetaknya  merupakan  alat  bukti 
hukum yang sah. 
(2)  Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud 
pada  ayat  (1)  merupakan  perluasan  dari  alat  bukti  yang  sah  sesuai  dengan  Hukum  Acara  yang 
berlaku di Indonesia. 
(3)  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  dinyatakan  sah  apabila  menggunakan  Sistem 
Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. 
(4)  Ketentuan  mengenai  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  sebagaimana  dimaksud 
pada ayat (1) tidak berlaku untuk: 
a.   surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan 
b.   surat  beserta  dokumennya  yang  menurut  Undang-Undang  harus  dibuat  dalam  bentuk  akta 
notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta. 

Pasal 6 
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa 
suatu  informasi  harus  berbentuk  tertulis  atau  asli,  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik 
dianggap  sah  sepanjang  informasi  yang  tercantum  di dalamnya  dapat  diakses,  ditampilkan,  dijamin 
keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. 

Pasal 7 
Setiap Orang  yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain 
berdasarkan  adanya  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  harus  memastikan  bahwa 
Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  yang  ada  padanya  berasal  dari  Sistem  Elektronik 
yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundangundangan. 




  4 
Pasal 8 
(1)  Kecuali  diperjanjikan  lain,  waktu  pengiriman  suatu  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen 
Elektronik  ditentukan  pada  saat  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  telah  dikirim 
dengan  alamat  yang  benar  oleh  Pengirim  ke  suatu  Sistem  Elektronik  yang  ditunjuk  atau 
dipergunakan  Penerima  dan  telah  memasuki  Sistem  Elektronik  yang  berada  di  luar  kendali 
Pengirim. 
(2)  Kecuali  diperjanjikan  lain,  waktu  penerimaan  suatu  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen 
Elektronik  ditentukan  pada  saat  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  memasuki 
Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak. 
(3)  Dalam  hal  Penerima  telah  menunjuk  suatu  Sistem  Elektronik  tertentu  untuk  menerima  Informasi 
Elektronik,  penerimaan  terjadi  pada  saat  Informasi Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik 
memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk. 
(4)  Dalam  hal  terdapat  dua  atau  lebih  sistem  informasi  yang  digunakan  dalam  pengiriman  atau 
penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka: 
a.   waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki 
sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim; 
  b.   waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki 
sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima. 

Pasal 9 
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang 
lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. 

Pasal 10 
(1)  Setiap  pelaku  usaha  yang  menyelenggarakan  Transaksi  Elektronik  dapat  disertifikasi  oleh 
Lembaga Sertifikasi Keandalan. 
(2)  Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada 
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

Pasal 11 
(1)  Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi 
persyaratan sebagai berikut: 
a.   data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan; 
b.   data  pembuatan  Tanda  Tangan  Elektronik  pada  saat  proses  penandatanganan  elektronik 
hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan; 
c.   segala  perubahan  terhadap  Tanda  Tangan  Elektronik  yang  terjadi  setelah  waktu 
penandatanganan dapat diketahui; 
d.   segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik 
tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; 
e.   terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan 
f.   terdapat  cara  tertentu  untuk  menunjukkan  bahwa  Penanda  Tangan  telah  memberikan 
persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait. 
(2)  Ketentuan  lebih  lanjut  tentang  Tanda  Tangan  Elektronik  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) 
diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

Pasal 12 
(1)  Setiap  Orang  yang  terlibat  dalam  Tanda  Tangan  Elektronik  berkewajiban  memberikan 
pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya. 
(2)  Pengamanan  Tanda  Tangan  Elektronik  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  sekurang-kurangnya meliputi: 
a.   sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak; 
b.   Penanda  Tangan  harus  menerapkan  prinsip  kehatihatian  untuk  menghindari  penggunaan 
secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik; 
c.   Penanda  Tangan  harus  tanpa  menunda-nunda,  menggunakan  cara  yang  dianjurkan  oleh 
penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain  yang layak dan sepatutnya harus 
segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai 

  5 
Tanda  Tangan  Elektronik  atau  kepada  pihak  pendukung  layanan  Tanda  Tangan  Elektronik 
jika: 
1.   Penanda  Tangan  mengetahui  bahwa  data  pembuatan Tanda  Tangan  Elektronik  telah 
dibobol; atau 
2.   keadaan  yang  diketahui  oleh  Penanda  Tangan  dapat  menimbulkan  risiko  yang  berarti, 
kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan 
  d.   dalam  hal  Sertifikat  Elektronik  digunakan  untuk  mendukung  Tanda  Tangan  Elektronik, 
Penanda  Tangan  harus  memastikan  kebenaran  dan  keutuhan  semua  informasi  yang  terkait 
dengan Sertifikat Elektronik tersebut. 
(3)  Setiap  Orang  yang  melakukan  pelanggaran  ketentuan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1), 
bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul. 


BAB IV 
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK 

Bagian Kesatu 
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik 

Pasal 13 
(1)  Setiap  Orang  berhak  menggunakan  jasa  Penyelenggara  Sertifikasi  Elektronik  untuk  pembuatan 
Tanda Tangan Elektronik. 
(2)  Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik 
dengan pemiliknya. 
(3)  Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas: 
a.   Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan 
b.   Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing. 
(4)  Penyelenggara  Sertifikasi  Elektronik  Indonesia  berbadan  hukum  Indonesia  dan  berdomisili  di 
Indonesia. 
(5)  Penyelenggara  Sertifikasi  Elektronik  asing  yang  beroperasi  di  Indonesia  harus  terdaftar  di 
Indonesia. 
(6)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  Penyelenggara  Sertifikasi  Elektronik  sebagaimana  dimaksud 
pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

Pasal 14 
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sampai dengan 
ayat (5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang 
meliputi: 
a.   metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan; 
b.   hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan 
c.   hal  yang  dapat  digunakan  untuk  menunjukkan  keberlakuan  dan  keamanan  Tanda  Tangan 
Elektronik. 

Bagian Kedua 
Penyelenggaraan Sistem Elektronik 

Pasal 15 
(1)  Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal 
dan  aman  serta  bertanggung  jawab  terhadap  beroperasinya  Sistem  Elektronik  sebagaimana 
mestinya. 
(2)  Penyelenggara  Sistem  Elektronik  bertanggung  jawab  terhadap  Penyelenggaraan  Sistem 
Elektroniknya. 
(3)  Ketentuan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  tidak  berlaku  dalam  hal  dapat  dibuktikan 
terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik. 



  6 
Pasal 16 
(1)  Sepanjang  tidak  ditentukan  lain  oleh  undang-undang  tersendiri,  setiap  Penyelenggara  Sistem 
Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai 
berikut: 
a.   dapat  menampilkan  kembali  Informasi  Elektronik dan/atau  Dokumen  Elektronik  secara  utuh 
sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan; 
b.   dapat  melindungi  ketersediaan,  keutuhan,  keotentikan,  kerahasiaan,  dan  keteraksesan 
Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; 
c.   dapat  beroperasi  sesuai  dengan  prosedur  atau  petunjuk  dalam  Penyelenggaraan  Sistem 
Elektronik tersebut; 
d.   dilengkapi  dengan  prosedur  atau  petunjuk  yang  diumumkan  dengan  bahasa,  informasi,  atau 
simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem 
Elektronik tersebut; 
  dan 
e.   memiliki  mekanisme  yang  berkelanjutan  untuk  menjaga  kebaruan,  kejelasan,  dan 
kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk. 
(2)  Ketentuan  lebih  lanjut  tentang  Penyelenggaraan  Sistem  Elektronik  sebagaimana  dimaksud  pada 
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

BAB V 
TRANSAKSI ELEKTRONIK 

Pasal 17 
(1)  Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat. 
(2)  Para  pihak  yang  melakukan  Transaksi  Elektronik  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  wajib 
beriktikad  baik  dalam  melakukan  interaksi  dan/atau pertukaran  Informasi  Elektronik  dan/atau 
Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung. 
(3)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  penyelenggaraan  Transaksi  Elektronik  sebagaimana  dimaksud 
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

Pasal 18 
(1)  Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak. 
(2)  Para  pihak  memiliki  kewenangan  untuk  memilih  hukum  yang  berlaku  bagi  Transaksi  Elektronik 
internasional yang dibuatnya. 
(3)  Jika  para  pihak  tidak melakukan  pilihan  hukum dalam Transaksi  Elektronik  internasional,  hukum 
yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional. 
(4)  Para  pihak  memiliki  kewenangan  untuk  menetapkan  forum  pengadilan,  arbitrase,  atau  lembaga 
penyelesaian  sengketa  alternatif  lainnya  yang  berwenang  menangani  sengketa  yang  mungkin 
timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya. 
(5)  Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan 
kewenangan  pengadilan,  arbitrase,  atau  lembaga  penyelesaian  sengketa  alternatif  lainnya  yang 
berwenang  menangani  sengketa  yang  mungkin  timbul  dari  transaksi  tersebut,  didasarkan  pada 
asas Hukum Perdata Internasional. 

Pasal 19 
Para  pihak  yang  melakukan  Transaksi  Elektronik  harus  menggunakan  Sistem  Elektronik  yang 
disepakati. 

Pasal 20 
(1)  Kecuali  ditentukan  lain  oleh  para  pihak,  Transaksi  Elektronik  terjadi  pada  saat  penawaran 
transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima. 
(2)  Persetujuan  atas  penawaran  Transaksi  Elektronik  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  harus 
dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik. 




  7 
Pasal 21 
(1)  Pengirim  atau  Penerima  dapat  melakukan  Transaksi  Elektronik  sendiri,  melalui  pihak  yang 
dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik. 
(2)  Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik 
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut: 
a.   jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi 
tanggung jawab para pihak yang bertransaksi; 
b.   jika  dilakukan  melalui  pemberian  kuasa,  segala akibat  hukum  dalam  pelaksanaan  Transaksi 
Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau 
c.   jika  dilakukan  melalui  Agen  Elektronik,  segala akibat  hukum  dalam  pelaksanaan  Transaksi 
Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik. 
(3)  Jika  kerugian  Transaksi  Elektronik  disebabkan  gagal  beroperasinya  Agen  Elektronik  akibat 
tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi 
tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik. 
(4)  Jika  kerugian  Transaksi  Elektronik  disebabkan  gagal  beroperasinya  Agen  Elektronik  akibat  
kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna 
jasa layanan. 
(5)  Ketentuan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  tidak  berlaku  dalam  hal  dapat  dibuktikan 
terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik. 

Pasal 22 
(1)  Penyelenggara  Agen  Elektronik  tertentu  harus  menyediakan  fitur  pada  Agen  Elektronik  yang 
dioperasikannya  yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih 
dalam proses transaksi. 
(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud 
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 


BAB VI 
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL, 
DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI 

Pasal 23 
(1)  Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama 
Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama. 
(2)  Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan 
pada  iktikad  baik,  tidak  melanggar  prinsip  persaingan  usaha  secara  sehat,  dan  tidak  melanggar 
hak Orang lain. 
(3)  Setiap  penyelenggara  negara,  Orang,  Badan  Usaha,  atau  masyarakat  yang  dirugikan  karena 
penggunaan  Nama  Domain  secara  tanpa  hak  oleh  Orang lain,  berhak  mengajukan  gugatan 
pembatalan Nama Domain dimaksud. 

Pasal 24 
(1)  Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat. 
(2)  Dalam  hal  terjadi  perselisihan  pengelolaan  Nama  Domain  oleh  masyarakat,  Pemerintah  berhak 
mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan. 
(3)  Pengelola  Nama  Domain  yang  berada  di  luar  wilayah  Indonesia  dan  Nama  Domain  yang 
diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan. 
(4)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pengelolaan  Nama  Domain  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat 
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

Pasal 25 
Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  yang  disusun  menjadi  karya  intelektual,  situs 
internet,  dan  karya  intelektual  yang  ada  di  dalamnya  dilindungi  sebagai  Hak  Kekayaan  Intelektual 
berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 

  8 
Pasal 26 
(1)  Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundangundangan, penggunaan setiap informasi melalui 
media  elektronik  yang  menyangkut  data  pribadi  seseorang  harus  dilakukan  atas  persetujuan 
Orang yang bersangkutan. 
(2)  Setiap  Orang  yang  dilanggar  haknya  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dapat  mengajukan 
gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini. 


BAB VII 
PERBUATAN YANG DILARANG 

Pasal 27 
(1)  Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  mendistribusikan  dan/atau  mentransmisikan 
dan/atau  membuat  dapat  diaksesnya  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  yang 
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. 
(2)  Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  mendistribusikan  dan/atau  mentransmisikan 
dan/atau  membuat  dapat  diaksesnya  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  yang 
memiliki muatan perjudian. 
(3)  Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  mendistribusikan  dan/atau  mentransmisikan 
dan/atau  membuat  dapat  diaksesnya  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  yang 
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. 
(4)  Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  mendistribusikan  dan/atau  mentransmisikan 
dan/atau  membuat  dapat  diaksesnya  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  yang 
memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman. 

Pasal 28 
(1)  Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang 
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. 
(2)  Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  menyebarkan  informasi  yang  ditujukan  untuk 
menimbulkan  rasa  kebencian  atau  permusuhan  individu  dan/atau  kelompok  masyarakat  tertentu 
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). 

Pasal 29 
Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  mengirimkan  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen 
Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. 

Pasal 30 
(1)  Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  atau  melawan  hukum  mengakses  Komputer 
dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun. 
(2)  Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  atau  melawan  hukum  mengakses  Komputer 
dan/atau  Sistem  Elektronik  dengan  cara  apa  pun  dengan  tujuan  untuk  memperoleh  Informasi 
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. 
(3)  Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  atau  melawan  hukum  mengakses  Komputer 
dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau 
menjebol sistem pengamanan. 

Pasal 31 
(1)  Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  atau  melawan  hukum  melakukan  intersepsi  atau 
penyadapan  atas  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  dalam  suatu  Komputer 
dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain. 
(2)  Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  atau  melawan  hukum  melakukan  intersepsi  atas 
transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan 
di  dalam  suatu  Komputer  dan/atau  Sistem  Elektronik tertentu  milik  Orang  lain,  baik  yang  tidak 
menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, 
dan/atau  penghentian  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  yang  sedang 
ditransmisikan. 

  9 
(3)  Kecuali  intersepsi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dan  ayat  (2),  intersepsi  yang  dilakukan 
dalam  rangka  penegakan  hukum  atas  permintaan  kepolisian,  kejaksaan,  dan/atau  institusi 
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang. 
(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur 
dengan Peraturan Pemerintah. 

Pasal 32 
(1)  Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  atau  melawan  hukum  dengan  cara  apa  pun 
mengubah,  menambah,  mengurangi,  melakukan  transmisi,  merusak,  menghilangkan, 
memindahkan,  menyembunyikan  suatu  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  milik 
Orang lain atau milik publik. 
(2)  Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  atau  melawan  hukum  dengan  cara  apa  pun 
memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem 
Elektronik Orang lain yang tidak berhak. 
(3)  Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu 
Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  yang  bersifat  rahasia  menjadi  dapat  diakses 
oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya. 

Pasal 33 
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang 
berakibat  terganggunya  Sistem  Elektronik  dan/atau  mengakibatkan  Sistem  Elektronik  menjadi  tidak 
bekerja sebagaimana mestinya. 

Pasal 34 
(1)  Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  atau  melawan  hukum  memproduksi,  menjual, 
mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki: 
a.   perangkat  keras  atau  perangkat  lunak  Komputer  yang  dirancang  atau  secara  khusus 
dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai 
dengan Pasal 33; 
b.   sandi  lewat  Komputer,  Kode  Akses,  atau  hal  yang  sejenis  dengan  itu  yang  ditujukan  agar 
Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33. 
(2)  Tindakan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  bukan  tindak  pidana  jika  ditujukan  untuk 
melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik 
itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum. 

Pasal 35 
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, 
perubahan,  penghilangan,  pengrusakan  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  dengan 
tujuan  agar  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  tersebut  dianggap  seolah-olah  data 
yang otentik. 

Pasal 36 
Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  atau  melawan  hukum  melakukan  perbuatan 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi 
Orang lain. 

Pasal 37 
Setiap  Orang  dengan  sengaja  melakukan  perbuatan  yang  dilarang  sebagaimana  dimaksud  dalam 
Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di 
wilayah yurisdiksi Indonesia. 






  10 
BAB VIII 
PENYELESAIAN SENGKETA 

Pasal 38 
(1)  Setiap  Orang  dapat  mengajukan  gugatan  terhadap  pihak  yang  menyelenggarakan  Sistem 
Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian. 
(2)  Masyarakat  dapat  mengajukan  gugatan  secara  perwakilan  terhadap  pihak  yang 
menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat 
merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 

Pasal 39 
(1)  Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 
(2)  Selain  penyelesaian  gugatan  perdata  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  para  pihak  dapat 
menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya 
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 


BAB IX 
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT 

Pasal 40 
(1)  Pemerintah  memfasilitasi  pemanfaatan  Teknologi  Informasi  dan  Transaksi  Elektronik  sesuai 
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 
(2)  Pemerintah  melindungi  kepentingan  umum  dari  segala  jenis  gangguan  sebagai  akibat 
penyalahgunaan  Informasi  Elektronik  dan  Transaksi  Elektronik  yang  mengganggu  ketertiban 
umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 
(3)  Pemerintah menetapkan instansi  atau institusi yang  memiliki data elektronik strategis  yang  wajib 
dilindungi. 
(4)  Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik 
dan  rekam  cadang  elektroniknya  serta  menghubungkannya  ke  pusat  data  tertentu  untuk 
kepentingan pengamanan data. 
(5)  Instansi  atau  institusi  lain  selain  diatur  pada  ayat  (3)  membuat  Dokumen  Elektronik  dan  rekam 
cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya. 
(6)  Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), 
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

Pasal 41 
(1)  Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan 
dan  Penyelenggaraan  Sistem  Elektronik  dan  Transaksi  Elektronik  sesuai  dengan  ketentuan 
Undang-Undang ini. 
(2)  Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui lembaga 
yang dibentuk oleh masyarakat. 
(3)  Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi. 


BAB X 
PENYIDIKAN 

Pasal 42 
Penyidikan  terhadap  tindak  pidana  sebagaimana  dimaksud  dalam  Undang-Undang  ini,  dilakukan 
berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-Undang ini. 

Pasal 43 
(1)  Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di 
lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi 
dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam 

  11 
Undang-Undang  tentang  Hukum  Acara  Pidana  untuk  melakukan  penyidikan  tindak  pidana  di 
bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. 
(2)  Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada 
ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran 
layanan  publik,  integritas  data,  atau  keutuhan  data  sesuai  dengan  ketentuan  Peraturan 
Perundang-undangan. 
(3)  Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak 
pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat. 
(4)  Dalam  melakukan  penggeledahan  dan/atau  penyitaan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3), 
penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum. 
(5)  Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: 
a.   menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan 
ketentuan Undang-Undang ini; 
b.   memanggil  setiap  Orang  atau  pihak  lainnya  untuk  didengar  dan/atau  diperiksa  sebagai 
tersangka  atau  saksi  sehubungan  dengan  adanya  dugaan  tindak  pidana  di  bidang  terkait 
dengan ketentuan Undang-Undang ini; 
c.   melakukan  pemeriksaan  atas  kebenaran  laporan  atau  keterangan  berkenaan  dengan  tindak 
pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini; 
d.   melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan 
tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini; 
e.   melakukan  pemeriksaan  terhadap  alat  dan/atau  sarana  yang  berkaitan  dengan  kegiatan 
Teknologi  Informasi  yang  diduga  digunakan  untuk  melakukan  tindak  pidana  berdasarkan 
Undang-Undang ini; 
f.   melakukan  penggeledahan  terhadap  tempat  tertentu  yang  diduga  digunakan  sebagai  tempat 
untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini; 
g.   melakukan  penyegelan  dan  penyitaan  terhadap  alat  dan  atau  sarana  kegiatan  Teknologi 
Informasi  yang  diduga  digunakan  secara  menyimpang  dari  ketentuan  Peraturan  Perundang-undangan; 
h.   meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan 
Undang-Undang ini; dan/atau 
i.   mengadakan  penghentian  penyidikan  tindak  pidana  berdasarkan  Undang-Undang  ini  sesuai 
dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku. 
(6)  Dalam  hal  melakukan  penangkapan  dan  penahanan,  penyidik  melalui  penuntut  umum  wajib 
meminta  penetapan  ketua  pengadilan  negeri  setempat dalam  waktu  satu  kali  dua  puluh  empat 
jam. 
(7)  Penyidik  Pegawai  Negeri  Sipil  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  berkoordinasi  dengan 
Penyidik  Pejabat  Polisi  Negara  Republik  Indonesia  memberitahukan  dimulainya  penyidikan  dan 
menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum. 
(8)  Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik 
dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti. 

Pasal 44 
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut: 
a.   alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan 
b.   alat  bukti  lain  berupa  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  sebagaimana  dimaksud 
dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). 

BAB XI 
KETENTUAN PIDANA 

Pasal 45 
(1)  Setiap  Orang  yang  memenuhi  unsur  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  27  ayat  (1),  ayat  (2), 
ayat  (3),  atau  ayat  (4)  dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  6  (enam)  tahun  dan/atau 
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 

  12 
(2)  Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) 
dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  6  (enam)  tahun  dan/atau  denda  paling  banyak   
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 
(3)  Setiap  Orang  yang  memenuhi  unsur  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  29  dipidana  dengan 
pidana  penjara  paling  lama  12  (dua  belas)  tahun  dan/atau  denda  paling  banyak 
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). 

Pasal 46 
(1)  Setiap  Orang  yang  memenuhi  unsur  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  30  ayat  (1)  dipidana 
dengan  pidana  penjara  paling  lama  6  (enam)  tahun  dan/atau  denda  paling  banyak 
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). 
(2)  Setiap  Orang  yang  memenuhi  unsur  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  30  ayat  (2)  dipidana 
dengan  pidana  penjara  paling  lama  7  (tujuh)  tahun  dan/atau  denda  paling  banyak 
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah). 
(3)  Setiap  Orang  yang  memenuhi  unsur  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  30  ayat  (3)  dipidana 
dengan  pidana  penjara  paling  lama  8  (delapan)  tahun  dan/atau  denda  paling  banyak 
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). 

Pasal 47 
Setiap  Orang  yang  memenuhi  unsur  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  31  ayat  (1)  atau  ayat  (2) 
dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  10  (sepuluh)  tahun  dan/atau  denda  paling  banyak 
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). 

Pasal 48 
(1)  Setiap  Orang  yang  memenuhi  unsur  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  32  ayat  (1)  dipidana 
dengan  pidana  penjara  paling  lama  8  (delapan)  tahun  dan/atau  denda  paling  banyak 
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). 
(2)  Setiap  Orang  yang  memenuhi  unsur  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  32  ayat  (2)  dipidana 
dengan  pidana  penjara  paling  lama  9  (sembilan)  tahun  dan/atau  denda  paling  banyak 
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 
(3)  Setiap  Orang  yang  memenuhi  unsur  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  32  ayat  (3)  dipidana 
dengan  pidana  penjara  paling  lama  10  (sepuluh)  tahun  dan/atau  denda  paling  banyak 
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 

Pasal 49 
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana 
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh 
miliar rupiah). 

Pasal 50 
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan 
pidana  penjara  paling  lama  10  (sepuluh)  tahun  dan/atau  denda  paling  banyak  Rp10.000.000.000,00 
(sepuluh miliar rupiah). 

Pasal 51 
(1)  Setiap  Orang  yang  memenuhi  unsur  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  35  dipidana  dengan 
pidana  penjara  paling  lama  12  (dua  belas)  tahun  dan/atau  denda  paling  banyak 
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). 
(2)  Setiap  Orang  yang  memenuhi  unsur  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  36  dipidana  dengan 
pidana  penjara  paling  lama  12  (dua  belas)  tahun  dan/atau  denda  paling  banyak 
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). 

Pasal 52 
(1)  Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan 
atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok. 

  13 
(2)  Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan 
terhadap  Komputer  dan/atau  Sistem  Elektronik  serta  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen 
Elektronik  milik  Pemerintah  dan/atau  yang  digunakan  untuk  layanan  publik  dipidana  dengan 
pidana pokok ditambah sepertiga. 
(3)  Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan 
terhadap  Komputer  dan/atau  Sistem  Elektronik  serta  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen 
Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada  lembaga 
pertahanan,  bank  sentral,  perbankan,  keuangan,  lembaga  internasional,  otoritas  penerbangan 
diancam  dengan  pidana  maksimal  ancaman  pidana  pokok  masing-masing  Pasal  ditambah  dua 
pertiga. 
(4)  Dalam  hal  tindak  pidana  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  27  sampai  dengan  Pasal  37 
dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga. 

BAB XII 
KETENTUAN PERALIHAN 

Pasal 53 
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan Perundang-undangan dan kelembagaan 
yang  berhubungan  dengan  pemanfaatan  Teknologi  Informasi  yang  tidak  bertentangan  dengan 
Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku. 

BAB XIII 
KETENTUAN PENUTUP 

Pasal 54 
(1)  Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 
(2)  Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya 
Undang-Undang ini. 
Agar  setiap  orang  mengetahuinya,  memerintahkan  pengundangan  Undang-Undang  ini  dengan 
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 

Disahkan di Jakarta 
pada tanggal 21 April 2008 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 


DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO 

Diundangkan di Jakarta 
pada tanggal 21 April 2008 
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 
REPUBLIK INDONESIA, 


ANDI MATTALATA 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 58 










  14 
PENJELASAN 
ATAS 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 11 TAHUN 2008 
TENTANG 
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK 

I. UMUM 
Pemanfaatan Teknologi  Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat 
maupun peradaban manusia secara global. 
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi 
tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan 
berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain 
memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus 
menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. 
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. 
Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan 
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan 
perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain 
yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia 
maya (virtual world law), dan hukum mayantara.  
Istilah-istilah  tersebut  lahir  mengingat  kegiatan  yang  dilakukan melalui  jaringan  sistem komputer  dan 
sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi 
informasi  berbasis  sistem  komputer  yang  merupakan  sistem  elektronik  yang  dapat  dilihat  secara 
virtual.  Permasalahan  hukum  yang  seringkali  dihadapi  adalah  ketika  terkait  dengan  penyampaian 
informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal 
yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. 
Yang  dimaksud  dengan  sistem  elektronik  adalah  sistem komputer  dalam  arti  luas,  yang  tidak  hanya 
mencakup  perangkat  keras  dan  perangkat  lunak  komputer,  tetapi  juga  mencakup  jaringan 
telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah 
sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang 
apabila  digabungkan  dengan  media  yang  dapat  dibaca dengan  komputer  akan  mampu  membuat 
komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil  yang khusus, termasuk 
persiapan dalam merancang instruksi tersebut. 
Sistem  elektronik  juga  digunakan  untuk  menjelaskan keberadaan  sistem  informasi  yang  merupakan 
penerapan  teknologi  informasi  yang  berbasis  jaringan  telekomunikasi  dan  media  elektronik,  yang 
berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan 
informasi  elektronik.  Sistem  informasi  secara  teknis  dan  manajemen  sebenarnya  adalah  perwujudan 
penerapan  produk  teknologi  informasi  ke  dalam  suatu  bentuk  organisasi  dan  manajemen  sesuai 
dengan  karakteristik  kebutuhan  pada  organisasi  tersebut  dan  sesuai  dengan  tujuan  peruntukannya. 
Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara 
manusia dan mesin  yang  mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber 
daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, 
output, storage, dan communication.  
Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan 
normanya  ketika  menghadapi  persoalan  kebendaan  yang  tidak  berwujud,  misalnya  dalam  kasus 
pencurian  listrik  sebagai  perbuatan  pidana.  Dalam  kenyataan  kegiatan  siber  tidak  lagi  sederhana 
karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan 
dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak 
pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. 
Di  samping  itu,  pembuktian  merupakan  faktor  yang  sangat  penting,  mengingat  informasi  elektronik 
bukan  saja  belum  terakomodasi  dalam  sistem  hukum  acara  Indonesia  secara  komprehensif, 
melainkan  juga  ternyata  sangat  rentan  untuk  diubah,  disadap,  dipalsukan,  dan  dikirim  ke  berbagai 
penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak  yang diakibatkannya pun bisa 
demikian kompleks dan rumit. 

  15 
Permasalahan  yang  lebih  luas  terjadi  pada  bidang  keperdataan  karena  transaksi  elektronik  untuk 
kegiatan  perdagangan  melalui  sistem  elektronik  (electronic  commerce)  telah  menjadi  bagian  dari 
perniagaan  nasional  dan  internasional.  Kenyataan  ini  menunjukkan  bahwa  konvergensi  di  bidang 
teknologi  informasi,  media,  dan  informatika  (telematika)  berkembang  terus  tanpa  dapat  dibendung, 
seiring  dengan  ditemukannya  perkembangan  baru  di  bidang  teknologi  informasi,  media,  dan 
komunikasi. 
Kegiatan  melalui  media  sistem  elektronik,  yang  disebut  juga  ruang  siber  (cyber  space),  meskipun 
bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis 
kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja 
sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan 
hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun 
alat buktinya bersifat elektronik.  
Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan 
perbuatan  hukum  secara  nyata.  Dalam  kegiatan  e-commerce  antara  lain  dikenal  adanya  dokumen 
elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas. 
Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan 
teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, 
terdapat  tiga  pendekatan  untuk menjaga keamanan  di cyber  space,  yaitu  pendekatan  aspek  hukum, 
aspek  teknologi,  aspek  sosial,  budaya,  dan  etika.  Untuk  mengatasi  gangguan  keamanan  dalam 
penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian 
hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal. 

II. PASAL DEMI PASAL 
Pasal 1 
Cukup jelas. 

Pasal 2 
Undang-Undang  ini  memiliki  jangkauan  yurisdiksi  tidak  semata-mata  untuk  perbuatan  hukum  yang 
berlaku  di  Indonesia  dan/atau  dilakukan  oleh  warga negara  Indonesia,  tetapi  juga  berlaku  untuk 
perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara 
Indonesia  maupun  warga  negara  asing  atau  badan  hukum  Indonesia  maupun  badan  hukum  asing 
yang memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi 
Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal. 
Yang dimaksud dengan “merugikan kepentingan Indonesia” adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada 
merugikan  kepentingan  ekonomi  nasional,  perlindungan  data  strategis,  harkat  dan  martabat  bangsa, 
pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia. 

Pasal 3 
“Asas kepastian hukum” berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi 
Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan 
hukum di dalam dan di luar pengadilan. 
“Asas  manfaat”  berarti  asas  bagi  pemanfaatan  Teknologi  Informasi  dan  Transaksi  Elektronik 
diupayakan  untuk  mendukung  proses  berinformasi  sehingga  dapat  meningkatkan  kesejahteraan 
masyarakat. 
“Asas  kehati-hatian”  berarti  landasan  bagi  pihak  yang  bersangkutan  harus  memperhatikan  segenap 
aspek  yang  berpotensi  mendatangkan  kerugian,  baik  bagi  dirinya  maupun  bagi  pihak  lain  dalam 
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik. 
“Asas  iktikad  baik”  berarti  asas  yang  digunakan  para  pihak  dalam  melakukan  Transaksi  Elektronik 
tidak  bertujuan  untuk  secara  sengaja  dan  tanpa  hak atau  melawan  hukum  mengakibatkan  kerugian 
bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut. 
“Asas  kebebasan  memilih  teknologi  atau  netral  teknologi”  berarti  asas  pemanfaatan  Teknologi 
Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat 
mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang. 

Pasal 4 
Cukup jelas. 

  16 
Pasal 5 
Ayat 1 
Cukup jelas. 
Ayat 2 
Cukup jelas. 
Ayat 3 
Cukup jelas. 
Ayat 4 
Huruf a 
Surat  yang  menurut  undang-undang  harus  dibuat  tertulis  meliputi  tetapi  tidak  terbatas  pada  surat 
berharga,  surat  yang  berharga,  dan  surat  yang  digunakan  dalam  proses  penegakan  hukum  acara 
perdata, pidana, dan administrasi negara. 
Huruf b 
Cukup jelas. 

Pasal 6 
Selama  ini  bentuk  tertulis  identik  dengan  informasi  dan/atau  dokumen  yang  tertuang  di  atas  kertas 
semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa 
saja,  termasuk  media  elektronik.  Dalam  lingkup  Sistem  Elektronik,  informasi  yang  asli  dengan 
salinannya  tidak  relevan  lagi  untuk  dibedakan  sebab  Sistem  Elektronik  pada  dasarnya  beroperasi 
dengan  cara  penggandaan  yang  mengakibatkan  informasi  yang  asli  tidak  dapat  dibedakan  lagi  dari 
salinannya. 

Pasal 7 
Ketentuan  ini  dimaksudkan  bahwa  suatu  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  dapat 
digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak. 

Pasal 8 
Cukup jelas. 

Pasal 9 
Yang dimaksud dengan “informasi yang lengkap dan benar” meliputi:  
a.   informasi  yang  memuat  identitas  serta  status  subjek  hukum  dan  kompetensinya,  baik  sebagai 
produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara; 
b.   informasi  lain  yang  menjelaskan  hal  tertentu  yang  menjadi  syarat  sahnya  perjanjian  serta 
menjelaskan  barang  dan/atau  jasa  yang  ditawarkan,  seperti  nama,  alamat,  dan  deskripsi 
barang/jasa. 

Pasal 10 
Ayat (1) 
Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang melakukan perdagangan 
secara  elektronik  layak  berusaha  setelah  melalui  penilaian  dan  audit  dari  badan  yang  berwenang. 
Bukti  telah  dilakukan  Sertifikasi  Keandalan  ditunjukkan  dengan  adanya  logo  sertifikasi  berupa  trust 
mark pada laman (home page) pelaku usaha tersebut. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 

Pasal 11 
Ayat (1) 
Undang-Undang  ini  memberikan  pengakuan  secara  tegas  bahwa  meskipun  hanya  merupakan  suatu 
kode,  Tanda  Tangan  Elektronik  memiliki  kedudukan  yang  sama  dengan  tanda  tangan  manual  pada 
umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum. 
Persyaratan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  ini  merupakan  persyaratan  minimum  yang  harus 
dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluasluasnya 
kepada  siapa  pun  untuk  mengembangkan  metode,  teknik,  atau  proses  pembuatan  Tanda  Tangan 
Elektronik. 

  17 
Ayat (2) 
Peraturan  Pemerintah  dimaksud,  antara  lain,  mengatur  tentang  teknik,  metode,  sarana,  dan  proses 
pembuatan Tanda Tangan Elektronik. 

Pasal 12 
Cukup jelas. 

Pasal 13 
Cukup jelas. 

Pasal 14 
Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah informasi yang minimum harus dipenuhi oleh 
setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik. 

Pasal 15 
Ayat (1) 
“Andal”  artinya  Sistem  Elektronik  memiliki  kemampuan  yang  sesuai  dengan  kebutuhan 
penggunaannya. 
“Aman” artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik. 
“Beroperasi  sebagaimana  mestinya”  artinya  Sistem  Elektronik  memiliki  kemampuan  sesuai  dengan 
spesifikasinya. 
Ayat (2) 
“Bertanggung  jawab”  artinya  ada  subjek  hukum  yang  bertanggung  jawab  secara  hukum  terhadap 
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut. 
Ayat (3) 
Cukup jelas. 

Pasal 16 
Cukup jelas. 

Pasal 17 
Ayat (1) 
Undang-Undang  ini  memberikan  peluang  terhadap  pemanfaatan  Teknologi  Informasi  oleh 
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat. 
Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif, 
dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Cukup jelas. 

Pasal 18 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 
Ayat (2) 
Pilihan  hukum  yang  dilakukan  oleh  para  pihak  dalam kontrak  internasional  termasuk  yang  dilakukan 
secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku bagi 
kontrak tersebut. 
Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat unsur 
asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI). 
Ayat (3) 
Dalam  hal  tidak  ada  pilihan  hukum,  penetapan  hukum yang  berlaku  berdasarkan  prinsip  atau  asas 
hukum  perdata  internasional  yang  akan  ditetapkan  sebagai  hukum  yang  berlaku  pada  kontrak 
tersebut. 



  18 
Ayat (4) 
Forum  yang  berwenang  mengadili  sengketa  kontrak  internasional,  termasuk  yang  dilakukan  secara 
elektronik,  adalah  forum  yang  dipilih  oleh  para  pihak.  Forum  tersebut  dapat  berbentuk  pengadilan, 
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya. 
Ayat (5) 
Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku berdasarkan prinsip 
atau  asas  hukum  perdata  internasional.  Asas  tersebut  dikenal  dengan  asas  tempat  tinggal  tergugat 
(the  basis  of  presence)  dan  efektivitas  yang  menekankan  pada  tempat  harta  benda  tergugat  berada 
(principle of effectiveness). 

Pasal 19 
Yang  dimaksud  dengan  “disepakati”  dalam  pasal  ini  juga  mencakup  disepakatinya  prosedur  yang 
terdapat dalam Sistem Elektronik yang bersangkutan. 

Pasal 20 
Ayat (1) 
Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara lain 
pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau sandi 
lewat (password). 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 

Pasal 21 
Ayat (1) 
Yang dimaksud dengan “dikuasakan” dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam surat kuasa. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Cukup jelas. 
Ayat (4) 
Cukup jelas. 
Ayat (5) 
Cukup jelas. 

Pasal 22 
Ayat (1) 
Yang dimaksud dengan “fitur” adalah fasilitas yang memberikan kesempatan kepada pengguna Agen 
Elektronik  untuk  melakukan  perubahan  atas  informasi  yang  disampaikannya,  misalnya  fasilitas 
pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 

Pasal 23 
Ayat (1) 
Nama  Domain  berupa  alamat  atau  jati  diri  penyelenggara  negara,  Orang,  Badan  Usaha,  dan/atau 
masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first come first serve). 
Prinsip  pendaftar  pertama  berbeda  antara  ketentuan dalam  Nama  Domain  dan  dalam  bidang  hak 
kekayaan  intelektual  karena  tidak  diperlukan  pemeriksaan  substantif,  seperti  pemeriksaan  dalam 
pendaftaran merek dan paten. 
Ayat (2) 
Yang  dimaksud  dengan  “melanggar  hak  Orang  lain”,  misalnya  melanggar  merek  terdaftar,  nama 
badan  hukum  terdaftar,  nama  Orang  terkenal,  dan  nama  sejenisnya  yang  pada  intinya  merugikan 
Orang lain. 




  19 
Ayat (3) 
Yang  dimaksud  dengan  “penggunaan  Nama  Domain  secara  tanpa  hak”  adalah  pendaftaran  dan 
penggunaan Nama Domain yang semata-mata ditujukan untuk menghalangi atau menghambat Orang 
lain untuk menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau nama produknya, 
atau untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk menyesatkan 
konsumen. 

Pasal 24 
Cukup jelas. 

Pasal 25 
Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  yang  disusun  dan  didaftarkan  sebagai  karya 
intelektual,  hak  cipta,  paten,  merek,  rahasia  dagang,  desain  industri,  dan  sejenisnya  wajib  dilindungi 
oleh Undang-Undang ini dengan memperhatikan ketentuan Peraturan Perundangundangan. 

Pasal 26 
Ayat (1) 
Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari 
hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut: 
a.   Hak  pribadi  merupakan  hak  untuk  menikmati  kehidupan  pribadi  dan  bebas  dari  segala  macam 
gangguan. 
b.   Hak  pribadi  merupakan  hak  untuk  dapat  berkomunikasi  dengan  Orang  lain  tanpa  tindakan 
memata-matai. 
c.   Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data 
seseorang. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 

Pasal 27 
Cukup jelas. 

Pasal 28 
Cukup jelas. 

Pasal 29 
Cukup jelas. 

Pasal 30 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 
Ayat (2) 
Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan, antara 
lain dengan: 
a.   melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan hal-hal 
tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau 
b.   sengaja  menghalangi  agar  informasi  dimaksud  tidak  dapat  atau  gagal  diterima  oleh  yang 
berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah. 
Ayat (3) 
Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang akses ke dalam 
Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan 
yang ditentukan. 

Pasal 31 
Ayat (1) 
Yang  dimaksud  dengan  “intersepsi  atau  penyadapan”  adalah  kegiatan  untuk  mendengarkan, 
merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik 

  20 
dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi 
maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Cukup jelas. 
Ayat (4) 
Cukup jelas. 

Pasal 32 
Cukup jelas. 

Pasal 33 
Cukup jelas. 

Pasal 34 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 
Ayat (2) 
Yang  dimaksud  dengan  “kegiatan  penelitian”  adalah  penelitian  yang  dilaksanakan  oleh  lembaga 
penelitian yang memiliki izin. 

Pasal 35 
Cukup jelas. 

Pasal 36 
Cukup jelas. 

Pasal 37 
Cukup jelas. 

Pasal 38 
Cukup jelas. 

Pasal 39 
Cukup jelas. 

Pasal 40 
Cukup jelas. 

Pasal 41 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 
Ayat (2) 
Yang dimaksud dengan “lembaga yang dibentuk oleh masyarakat” merupakan lembaga yang bergerak 
di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik. 
Ayat (3) 
Cukup jelas. 

Pasal 42 
Cukup jelas. 

Pasal 43 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 


  21 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Cukup jelas. 
Ayat (4) 
Cukup jelas. 
Ayat (5) 
Huruf a 
Cukup jelas. 
Huruf b 
Cukup jelas. 
Huruf c 
Cukup jelas. 
Huruf d 
Cukup jelas. 
Huruf e 
Cukup jelas. 
Huruf f 
Cukup jelas. 
Huruf g 
Cukup jelas. 
Huruf h 
Yang  dimaksud  dengan  “ahli”  adalah  seseorang  yang  memiliki  keahlian  khusus  di  bidang  Teknologi 
Informasi  yang  dapat  dipertanggungjawabkan  secara  akademis  maupun  praktis  mengenai 
pengetahuannya tersebut. 
Huruf i 
Cukup jelas. 
Ayat (6) 
Cukup jelas. 
Ayat (7) 
Cukup jelas. 
Ayat (8) 
Cukup jelas. 

Pasal 44 
Cukup jelas. 

Pasal 45 
Cukup jelas. 

Pasal 46 
Cukup jelas. 

Pasal 47 
Cukup jelas. 

Pasal 48 
Cukup jelas. 

Pasal 49 
Cukup jelas. 

Pasal 50 
Cukup jelas. 



  22 
Pasal 51 
Cukup jelas. 

Pasal 52 
Ayat (1) 
Cukup jelas. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Cukup jelas. 
Ayat (4) 
Ketentuan  ini  dimaksudkan  untuk  menghukum  setiap  perbuatan  melawan  hukum  yang  memenuhi 
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 yang dilakukan oleh korporasi 
(corporate crime) dan/atau oleh pengurus dan/atau staf yang memiliki kapasitas untuk: 
a.   mewakili korporasi; 
b.   mengambil keputusan dalam korporasi; 
c.   melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi; 
d.   melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi. 

Pasal 53 
Cukup jelas. 

Pasal 54 
Cukup jelas. 


0 comments:

Posting Komentar